Senin, 16 Mei 2011

Bira Tuan Rumah Penyelenggaraan Festival Phinisi 2010


Setelah sempat tertunda tahun lalu, akhirnya Pemkab Bulukumba, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, dan even organizer (EO) Makassar Promosindo menggelar kegiatan Festival Phinisi di Kawasan Wisata Pantai Bira, Kawasan Ammatoa Kajang, Desa Nelayan Pantai Kalumeme, serta Kawasan Pembuatan Perahu Pinisi Tanah Beru, pada 22 - 25 Oktober 2010.
Even budaya ini akan dihadiri Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI diwakili Direktur Promosi Pariwisata Dalam Negeri RI, serta Gubernur Sulsel beserta rombongan. Mereka akan disambut dengan pengalungan bunga, dan tabuhan gendang. Ada juga penampilan tarian tradisional Bulukumba (Salonreng dan Pabbitte Passapu), serta tari nelayan, Pembacaan Puisi dengan Visualisasi tentang potensi pariwisata Kabupaten Bulukumba, dan laporan Bupati Bulukumba.
Sebanyak 150 pengrajin perahu phinisi akan memperlihatkan kepiawaiannya dalam membuat miniatur perahu phinisi dari keping-kepingan kayu dan lempengan badan perahu sampai terbentuknya miniatur perahu phinisi yang utuh. Bulukumba Expo sebagai bagian even ini akan dilaksanakan di lapangan tenis kawasan Pantai Bira, diikuti oleh instansi pemerintah dan swasta se-Sulawesi Selatan.

Menelisik Objek Wisata Kabupaten Bulukumba







































Bulukumba adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang menyimpan keanekaragaman daya tarik alam dan budaya yang patut untuk anda kunjungi, seperti pantai Tanjung bira, Tempat pembuatan perahu tradisional khas pelaut-pelaut Bugis dan kawasan adat Ammatoa.
Di sepanjang pantai terdapat pasir putih yang halus, pengunjung juga dapat menikmati keindahan 2 pulau yang ada didepannya yaitu pulau Liukang loe dan pulau Kambing (tidak berpenghuni), dan pada latar belakangnya tampak membumbung tinggi gunung Puang Janggo dengan ketinggian melebihin 400 Meter. Terletak di Kecamatan Bonto Bahari, sekitar 45 Km dari kota Bulukumba. Tempat ini telah dilengkapi fasilitas berupa tempat parkir, penginapan, hotel, restaurant dan lain-lain.
Tana Beru, Tempat Pembuatan Perahu Tradisional
Tana Beru terkenal sebagai tempat pembuatan kapal / perahu tradisional. Anda akan merasa kagum melihat kepiawaian masyarakat membuat kapal tradisional dengan konstruksi kayu dan peralatan tradisional pula. Terletak di pesisir pantai kelurahan Tana, sekitar 24 Km dari kota Bulukumba.
Kawasan Adat Ammatoa
Keindahan alam berupa kelestarian kawasan hutan merupakan ciri dari kawasan adat ini, serta budaya hidup masyarakatnya yang jauh dari pola hidup modern. Ciri masyarakat kajang yang ada di Desa Tana Toa yang tampak sehari-hari yaitu pakaian dengan warna serba hitam, sedangkan ciri bangunan rumahnya ialah seragam menghadap ke Utara. Masyarakatnya dipimpin oleh seorang yang bergelar Amma Toa dengan masa kepemimpinan seumur hidup. Terletak di Kecamatan Kajang, sekitar 56 Km dari kota Bulukumba.

Sejarah Singkat Bulukumba
















Mitologi penamaan "Bulukumba", konon bersumber dari dua kata dalam bahasa Bugis yaitu "Bulu’ku" dan "Mupa" yang dalam bahasa Indonesia berarti "masih gunung milik saya atau tetap gunung milik saya".
Mitos ini pertama kali muncul pada abad ke–17 Masehi ketika terjadi perang saudara antara dua kerajaan besar di Sulawesi yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone. Di pesisir pantai yang bernama "Tana Kongkong", di situlah utusan Raja Gowa dan Raja Bone bertemu, mereka berunding secara damai dan menetapkan batas wilayah pengaruh kerajaan masing-masing.
Bangkeng Buki' (secara harfiah berarti kaki bukit) yang merupakan barisan lereng bukit dari Gunung Lompobattang diklaim oleh pihak Kerajaan Gowa sebagai batas wilayah kekuasaannya mulai dari Kindang sampai ke wilayah bagian timur. Namun pihak Kerajaan Bone berkeras memertahankan Bangkeng Buki' sebagai wilayah kekuasaannya mulai dari barat sampai ke selatan.
Berawal dari peristiwa tersebut kemudian tercetuslah kalimat dalam bahasa Bugis "Bulu'kumupa" yang kemudian pada tingkatan dialek tertentu mengalami perubahan proses bunyi menjadi "Bulukumba".
Konon sejak itulah nama Bulukumba mulai ada dan hingga saat ini resmi menjadi sebuah kabupaten.
Peresmian Bulukumba menjadi sebuah nama kabupaten dimulai dari terbitnya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959, tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 5 Tahun 1978, tentang Lambang Daerah.
Akhirnya setelah dilakukan seminar sehari pada tanggal 28 Maret 1994 dengan narasumber Prof. Dr. H. Ahmad Mattulada (ahli sejarah dan budaya), maka ditetapkanlah hari jadi Kabupaten Bulukumba, yaitu tanggal 4 Februari 1960 melalui Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1994.
Secara yuridis formal Kabupaten Bulukumba resmi menjadi daerah tingkat II setelah ditetapkan Lambang Daerah Kabupaten Bulukumba oleh DPRD Kabupaten Bulukumba pada tanggal 4 Februari 1960 dan selanjutnya dilakukan pelantikan bupati pertama, yaitu Andi Patarai pada tanggal 12 Februari 1960.
Slogan Kabupaten Bulukumba
Paradigma kesejarahan, kebudayaan dan keagamaan memberikan nuansa moralitas dalam sistem pemerintahan yang pada tatanan tertentu menjadi etika bagi struktur kehidupan masyarakat melalui satu prinsip "Mali’ siparappe, Tallang sipahua."
Ungkapan yang mencerminkan perpaduan dari dua dialek bahasa Bugis – Makassar tersebut merupakan gambaran sikap batin masyarakat Bulukumba untuk mengemban amanat persatuan di dalam mewujudkan keselamatan bersama demi terciptanya tujuan pembangunan lahir dan batin, material dan spiritual, dunia dan akhirat.
Nuansa moralitas ini pula yang mendasari lahirnya slogan pembangunan "Bulukumba Berlayar" yang mulai disosialisasikan pada bulan September 1994 dan disepakati penggunaannya pada tahun 1996. Konsepsi "Berlayar" sebagai moral pembangunan lahir batin mengandung filosofi yang cukup dalam serta memiliki kaitan kesejarahan, kebudayaan dan keagamaan dengan masyarakat Bulukumba.
"Berlayar", merupakan sebuah akronim dari kalimat kausalitas yang berbunyi "Bersih Lingkungan, Alam Yang Ramah". Filosofi yang terkandung dalam slogan tersebut dilihat dari tiga sisi pijakan, yaitu sejarah, kebudayaan dan keagamaan.
Pijakan Sejarah (History)
Bulukumba lahir dari suatu proses perjuangan panjang yang mengorbankan harta, darah dan nyawa. Perlawanan rakyat Bulukumba terhadap kolonial Belanda dan Jepang menjelang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1945 diawali dengan terbentuknya "barisan merah putih" dan "laskar brigade pemberontakan Bulukumba angkatan rakyat". Organisasi yang terkenal dalam sejarah perjuangan ini, melahirkan pejuang yang berani mati menerjang gelombang dan badai untuk merebut cita–cita kemerdekaan sebagai wujud tuntutan hak asasi manusia dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Pijakan Kebudayaan (Culture)
Dari sisi budaya, Bulukumba telah tampil menjadi sebuah "legenda modern" dalam kancah percaturan kebudayaan nasional, melalui industri budaya dalam bentuk perahu, baik itu perahu jenis phinisi, padewakkang, lambo, pajala, maupun jenis lepa–lepa yang telah berhasil mencuatkan nama Bulukumba di dunia internasional. Kata layar memiliki pemahaman terhadap adanya subjek yang bernama perahu sebagai suatu refleksi kreativitas masyarakat Bulukumba.
Pijakan Keagamaan (Religion)
Masyarakat Bulukumba telah bersentuhan dengan ajaran agama Islam sejak awal abad ke–17 Masehi yang diperkirakan tahun 1605 M. Ajaran agama Islam ini dibawa oleh tiga ulama besar (waliyullah) dari Pulau Sumatera yang masing–masing bergelar Dato Tiro (Bulukumba), Dato Ribandang (Makassar) dan Dato Patimang (Luwu). Ajaran agama Islam yang berintikan tasawwuf ini menumbuhkan kesadaran religius bagi penganutnya dan menggerakkan sikap keyakinan mereka untuk berlaku zuhud, suci lahir batin, selamat dunia dan akhirat dalam kerangka tauhid "appasewang" (meng-Esa-kan Allah SWT).
Lambang Daerah Kabupaten Bulukumba
Berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Bulukumba Nomor: 13 Tahun 1987, maka ditetapkanlah Lambang Daerah Kabupaten Bulukumba dengan makna sebagai berikut:

1. Perisai Persegi Lima
Melambangkan sikap batin masyarakat Bulukumba yang teguh memertahankan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.
2. Padi dan Jagung
Melambangkan mata pencaharian utama dan merupakan makanan pokok masyarakat Bulukumba. Bulir padi sejumlah 17 bulir melambangkan tanggal 17 sebagai tanggal kemerdekaan RI. Daun jagung sejumlah 8 menandakan bulan Agustus sebagai bulan kemerdekaan RI. Kelopak buah jagung berjumlah 4 dan bunga buah jagung berjumlah 5 menandakan tahun 1945 sebagai tahun kemerdekaan RI.
3. Perahu Phinisi
Sebagai salah satu mahakarya ciri khas masyarakat Bulukumba, yang dikenal sebagai "Butta Panrita Lopi" atau daerah bermukimnya orang yang ahli dalam membuat perahu.
4. Layar perahu phinisi berjumlah 7 buah.
Melambangkan jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Bulukumba, tetapi sekarang sudah dimekarkan dari tujuh menjadi 10 kecamatan.
5. Tulisan aksara lontara di sisi perahu "Mali Siparappe, Tallang Sipahua".
Mencerminkan perpaduan dari dua dialek Bugis-Makassar yang melambangkan persatuan dan kesatuan dua suku besar yang ada di Kabupaten Bulukumba.
6. Dasar Biru
Mencerminkan bahwa Kabupaten Bulukumba merupakan daerah maritim.
[sunting] 10 Kecamatan
Awal terbentuknya, Kabupaten Bulukumba hanya terdiri atas tujuh kecamatan (Ujungbulu, Gangking, Bulukumpa, Bontobahari, Bontotiro, Kajang, Herlang), tetapi beberapa kecamatan kemudian dimekarkan dan kini “butta panrita lopi” sudah terdiri atas 10 kecamatan.
Ke-10 kecamatan tersebut adalah:
1. Kecamatan Ujungbulu (Ibukota Kabupaten)
2. Kecamatan Gantarang
3. Kecamatan Kindang
4. Kecamatan Rilau Ale
5. Kecamatan Bulukumpa
6. Kecamatan Ujungloe
7. Kecamatan Bontobahari
8. Kecamatan Bontotiro
9. Kecamatan Kajang
10. Kecamatan Herlang
Dari 10 kecamatan tersebut, tujuh di antaranya merupakan daerah pesisir sebagai sentra pengembangan pariwisata dan perikanan yaitu Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungbulu, Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang dan Kecamatan Herlang.
Tiga kecamatan lainnya tergolong sentra pengembangan pertanian dan perkebunan, yaitu Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale dan Kecamatan Bulukumpa.
Bupati/Wakil Bupati Bulukumba Dari Masa Ke Masa
1. Andi Patarai (12 Februari 1960 - 1966)
2. Andi Bakri Tandaramang (1966-1978)
3. Amien Situru (1978, Pjs)
4. HA Hasanuddin (1978-1980)
5. Malik Hambali (1980-1985)
6. HA Kube Dauda (1985-1990)
7. Andi Tamrin (1990-1995)
8. HA Patabai Pabokori (1995-2005)
9. AM Sukri Sappewali-H. Padasi (2005-2010)
10. Azikin Solthan (2010, Plt)
11. Zainuddin Hasan-Syamsuddin (2010-2015)
Morfologi Ruang
Morfologi Daratan
Daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0 s/d 25 meter di atas permukaan laut meliputi tujuh kecamatan pesisir, yaitu: Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungbulu, Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang dan Kecamatan Herlang.
Morfologi Bergelombang
Daerah bergelombang dengan ketinggian antara 25 s/d 100 meter dari permukaan laut, meliputi bagian dari Kecamatan Gantarang, Kecamatan Kindang, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang, Kecamatan Herlang, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Rilau Ale.
Morfologi Perbukitan
Daerah perbukitan di Kabupaten Bulukumba terbentang mulai dari Barat ke utara dengan ketinggian 100 s/d di atas 500 meter dari permukaan laut meliputi bagian dari Kecamatan Kindang, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Rilau Ale.
Ketinggian
Wilayah Kabupaten Bulukumba lebih didominasi dengan keadaan topografi dataran rendah sampai bergelombang. Luas dataran rendah sampai bergelombang dan dataran tinggi hampir berimbang, yaitu jika dataran rendah sampai bergelombang mencapai sekitar 50,28% maka dataran tinggi mencapai 49,72%.
Klimatologi
Kabupaten Bulukumba mempunyai suhu rata-rata berkisar antara 23,82 °C – 27,68 °C. Suhu pada kisaran ini sangat cocok untuk pertanian tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Berdasarkan analisis Smith – Ferguson (tipe iklim diukur menurut bulan basah dan bulan kering) maka klasifikasi iklim di Kabupaten Bulukumba termasuk iklim lembab atau agak basah.
Kabupaten Bulukumba berada di sektor timur, musim gadu antara Oktober – Maret dan musim rendengan antara April – September. Terdapat 8 buah stasiun penakar hujan yang tersebar di beberapa kecamatan, yakni: stasiun Bettu, stasiun Bontonyeleng, stasiun Kajang, stasiun Batukaropa, stasiun Tanah Kongkong, stasiun Bontobahari, stasiun Bulo–bulo dan stasiun Herlang.
Daerah dengan curah hujan tertinggi terdapat pada wilayah barat laut dan timur sedangkan pada daerah tengah memiliki curah hujan sedang sedangkan pada bagian selatan curah hujannya rendah.
Curah hujan di Kabupaten Bulukumba sebagai berikut:
Curah hujan antara 800-1000 mm/tahun, meliputi Kecamatan Ujungbulu, sebagian Gantarang, sebagian Ujung Loe dan sebagian besar Bontobahari.
Curah hujan antara 1000-1500 mm/tahun, meliputi sebagian Gantarang, sebagian Ujung Loe dan sebagian Bontotiro.
Curah hujan antara 1500 – 2000 mm/tahun, meliputi Kecamatan Gantarang, sebagian Rilau Ale, sebagian Ujung Loe, sebagian Kindang, sebagian Bulukumpa, sebagian Bontotiro, sebagian Herlang dan Kecamatan Kajang.
Curah hujan di atas 2000 mm/tahun meliputi Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Herlang.
Jenis Tanah
Tanah di Kabupaten Bulukumba didominasi jenis tanah latosol dan mediteran. Secara spesifik terdiri atas tanah alluvial hidromorf coklat kelabu dengan bahan induk endapan liat pasir terdapat dipesisir pantai dan sebagian di daratan bagian utara. Sedangkan tanah regosol dan mediteran terdapat pada daerah-daerah bergelombang sampai berbukit di wilayah bagian barat.
Hidrologi
Sungai di kabupaten Bulukumba ada 32 aliran yang terdiri dari sungai besar dan sungai kecil. Sungai-sungai ini mencapai panjang 603,50 km dan yang terpanjang adalah sungai Sangkala yakni 65,30 km, sedangkan yang terpendek adalah sungai Biroro yakni 1,50 km. Sungai-sungai ini mampu mengairi lahan sawah seluas 23.365 Ha.

Mengenali Kabupaten Bulukumba


Kabupaten Bulukumba adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Bulukumba. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.154,67 km² dan berpenduduk sebanyak 394.757 jiwa (berdasarkan sensus penduduk 2010). Kabupaten Bulukumba mempunyai 10 kecamatan, 24 kelurahan, serta 123 desa.
Letak Wilayah
Secara kewilayahan, Kabupaten Bulukumba berada pada kondisi empat dimensi, yakni dataran tinggi pada kaki Gunung Bawakaraeng-Lompobattang, dataran rendah, pantai dan laut lepas.
Kabupaten Bulukumba terletak di ujung bagian selatan ibu kota Propinsi Sulawesi Selatan, terkenal dengan industri perahu phinisi yang banyak memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah. Luas wilayah Kabupaten Bulukumba 1.154,67 Km2 dengan jarak tempuh dari Kota Makassar sekitar 153 Km.
Secara geografis Kabupaten Bulukumba terletak pada koordinat antara 5°20” sampai 5°40” Lintang Selatan dan 119°50” sampai 120°28” Bujur Timur.
Batas-batas wilayahnya adalah:
Sebelah Utara: Kabupaten Sinjai
Sebelah Selatan: Laut Flores
Sebelah Timur: Teluk Bone
Sebelah Barat: Kabupaten Bantaeng.

5,6 Miliar Anggaran Pembangunan Sarana Air Minum Untuk Bulukumba

Tahun ini giliran Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, menerima bantuan dari Pemprov Sulsel untuk prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan sebesar Rp5,6 miliar. Selain itu Pemprov juga mengucurkan bantuan program pemberdayaan petani senilai Rp2,8 miliar dan bantuan pengembangan koperasi daerah senilai Rp50 juta serta bantuan sarana budi daya kelautan dan perikanan senilai Rp1 miliar.
Bantuan tersebut diserahkan Wakil Gubernur Sulsel Agus Arifin Nu'mang pada pencanangan Bulan Bakti Gotong Royong Masyarakat ke VIII/2011 tingkat provinsi di lapangan Pemuda Bulukumba, Rabu (4/5).
Terkait pencanangan Bulan Bakti Gotong Royong, Wakil Gubernur mengatakan, gotong royong adalah budaya dan kearifan lokal masyarakat Sulsel yang memiliki semangat, nilai dan makna yang universal.
Menurut dia, budaya gotong royong tidak akan memudar namun justru melakukan penyesuaian bentuk sesuai dengan perkembangan zaman.
"Gotong royong harus tetap dipertahankan sebagai sebuah budaya di tengah masyarakat serta menjadi media pembangunan di era kekinian dari segenap unsur pemerintah dan masyarakat," jelasnya.
Wagub menambahkan, bentuk-bentuk gotong royong khususnya di daerah perkotaan tidak lagi identik dengan membuat jalan, membersihkan kampung dan sebagainya, tetapi lebih dipahami sebagai sikap solidaritas, asosiasi, kesetiakawanan sosial dan pengelompokan diri dalam bentuk komunitas.

Warga Bontobahari Tetap Blokir Jalan

Ribuan warga Tanah Beru, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, tetap memblokir jalan trans Sulawesi. Warga menutup ruas jalan tersebut dengan merentangkan kain sepanjang 100 meter dan menanam pohon pisang ditengah jalan yang berlubang, Senin (9/5).
Warga juga menggunakan bambu dan jaring nelayan untuk memalang jalan agar kendaraan baik roda dua hingga roda empat tidak dapat melewati jalan tersebut.
Aksi warga tetap menuntut Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo agar merealisasikan janji-janjinya tiga tahun lalu kepada warga namun sampai saat ini, jalan yang merupakan akses wisata internasional itu tak kunjung diperbaiki.
Akibat aksi blokir jalan, Minggu kemarin, mobil Bupati Selayar terjebak di antara kerumunan massa. Bupati Selayar menolak untuk memberikan orasinya di depan ribuan warga yang sedang berunjuk rasa, terkait perbaikan jalan. Kendaraan yang ditumpangi Bupati Selayar dengan plat merah bernomor polisi DD 1 J ini terpaksa harus mencari jalan alternatif agar bisa keluar dari kerumunan warga yang telah menutup jalan sepanjang tiga kilo meter.

Pemkab Bulukumba Rencanakan Pembangunan Mall


Rencana pembangunan Mal yang berlokasi di jalan Sam Ratulangi Bulukumba dijamin oleh Pemkab Bulukumba tidak akan merugikan pedagang kecil dan tidak akan menjadi saingan bagi pedagang lainnya, karena segmen dan jenis usahanya berbeda.
Mal nantinya akan mengelola usaha Makanan siap saji atau yang dikenal dengan KFC (Kentucky Fried Chicken), arena permainan anak (Amazone), Gelael dan Optik, sehingga barang dan jasa yang ditawarkan tidak sama dengan usaha yang dikelola para pedagang sekitarnya.
Investor yang akan mengelola Mal telah mempresentasikan rencana pembangunan dan pengelolaannya sehingga Pemkab menilai pembangunan Mal tersebut bukan menjadi saingan pedagang yang ada disekitarnya.
Lokasinya juga berada di kawasan perdagangan, jadi konsepnya berada dalam kawasan yang sesuai dengan rencana tata ruang Kabupaten Bulukumba.
Bupati Bulukumba Zainuddin Hasan melalui Kabag Humas dan Protokol Daud Kahal mengungkapkan hal itu, menanggapi adanya keluhan dan kekhawatiran beberapa kalangan terhadap keberadaan Mal tersebut nantinya.
"Sebenarnya kita patut merespon positif jika di Bulukumba ada Mal, karena selain akan memancing masuknya orang-orang dari luar Bulukumba untuk berbelanja, juga akan menyerap banyak tenaga kerja, otomatis akan mengurangi pengangguran di Bulukumba" kata Daud di Bulukumba, Sabtu (14/5).
Daud memaparkan, sebuah daerah yang maju tentu indikatornya adalah hadirnya tempat atau pusat perbelanjaan modern, ini yang belum ada di bulukumba padahal daerah ini adalah kawasan andalan dan menjadi pusat pengembangan wilayah di selatan Sulawesi Selatan. Daerah ini juga perlu merespon masuknya banyak investasi sehingga bisa berkembang lebih pesat dan jangan justru dianggap momok. Mari kita realistis melihat untuk Bulukumba yang lebih maju kedepan, imbuhnya.

Laman

Pengikut